Mentari
Untuk Bintang
Cerita bermula saat aku berumur 16 tahun waktu itu aku duduk di
bangku kelas 2 SMA di salah satu sekolah di kota Bogor. Seorang anak perempuan
yang berasal dari kota surabaya jawa timur, pindah ke samping rumahku karena
ayahnya di pindah tugaskan ke kota Bogor. Anak perempuan itu bernama Wulan dwi
anjani, ya aku nama itu dari ibuku yang datang kerumah Wulan untuk bersillaturahmi.
Wulan adalah anak tunggal di keluarganya, Wulan berumur 16 tahun
sama sepertiku,
namun aku lebih tua beberapa bulan.
Disaat yang sama Wulan
juga masuk sebagai murid baru di sekolah ku dan menjadi teman baru di kelas ku.
Seminggu sudah berlalu, setiap hari aku melihat ia hanya berdiam diri di kelas
sambil membaca sebuah buku komik DORAEMON, aku tau ia tidak memiliki teman
untuk diajak berbincang jadi aku memberanikan diri untuk berkenalan dengan nya
dan menjadi temannya.
Aku berjalan
menghampirinya yang sedang duduk sendiri di dalam kelas sambil membaca komik
dengan tokoh kartun kesukaannya itu, aku berdiri tepat didepannya, dia yang
tadinya serius membaca munkin terganggu akan kedatangan ku jadi dia melihat ke
atas(ke arahku, karena dia membaca menunduk ke bawah)disana aku membuka pembicaraan:
“Hi”, aku mengucapkannya sebagai salam pembuka pembicaraan kami.
“Hi, juga”, dia menjawab salamku yang disertai senyuman manis
dan melanjutkan membaca komik.
Sambil basa-basi,“Knapa diem di kelas, ga pergi kekantin kaya
anak-anak yang laen..?”
Dia menjawab pertanyaan itu dengan mata tetap tertuju pada buku
komiknny,“Aku lagi males ke kantin, enakan diem di kelas sambil baca buku ato
komik, kamu sendiri ga ke kantin.?”,dia bertanya balik.
“Aku juga lagi males kekantin”, aku menjawabnya dengan sedikit senyum
malu.
“Oh iya, nama ku Bintang, nama kamu siapa..?, kita kan satu
kelas tapi ga saling kenal gimana tu coba, pepatah mengatakan tak kenal maka
tak sayang, jadi agar lebih enak ngobrolnya kita kenalan, Nama kamu siapa..?”,
aku memperkenalkan diri dengan harapan dia mau memberi tau ku namanya, ya
walaupun aku sudah mengetahui namanya. Dia menjawab nya dengan dingin namun di
sertai dengan senyuman.
“Wulan, Wulan dwi anjani, itu nama ku”
“Nama yang cantik, sama seperti orangnya”, aku menjawab sambil
memujinya, tetapi memang benar Wulan memiliki paras wajah yang manis, imut dan
anggun itu dapat menyita perhatian warga sekolah. Dia hanya tersenyum dan
disertai kata “Trima kasih”.
Hari demi hari pun
berlalu hubungan persahabatan kami pun semakin baik. Wulan yang dulunya
tertutup kini ia mulai terbuka sedikit demi sedikit. Malam ini aku berencana
mengajak Wulan untuk melihat Bulan di sebuah bukit di belakang rumah ku, aku
pergi kerumahnya untuk menjemputnya.
“Wulan..”, aku memanggilnya dari luar rumah, seseorang
membukakan pintu.
“tante..”, Ibunya Wulan yang membukakan pintu.
“Oh Bintang, cari Wulan ya..?”, Ibunya Wulan
“Iya tan, Wulannya ada”, aku menjawab sambil tersenyum
“ada, Wulannya ada koq, tunggu bentar ya, tante panggilkan
Wulannya bentar”, tak lama kemudian Wulan pun keluar dari rumah
“Oh Bintang, ada apa, tumben cariin aku”, kata pertama yang
diucapnya
“kamu sibuk ga..?”, aku
“ga koq, manga ada apa”, Wulan
“gini aku mau ajak kamu kesuatu tempat, tempat favorit ku juga
sih, tempatnya bagus, kamu mau kan..?”
“Oke deh, tunggu disini bentar ya..”, jawabnya sambil masuk
menuju rumahnya. Tak lama ia pun datang.
“Yuk jalan”, Wulan
“jalan kemana..?”, Aku
“Bukannya tadi mau ngajak pergi ya”, Wulan
“Oh iya ya. Yuk jalan, tapi mata kamu tutup dulu dong”, sambil
menutup matanya menggunakan selayer warna merah.
“ngapain pake acara tutup mata segala sih”, jawabnya
“Udah nurut aja, biar surprise gitu..”, jawab ku sebagai alasan
mengapa menutup matanya.
“oke deh, tapi awas yak lo macem-macem..”, Ancamnya sebagai bentuk
perlindungan diri
“ga bakalan ko tenang aja”,balas ku.
Sampai lah kami berdua
ditempat tujuan, perlahan aku buka slayer yang kupakai menutup matanya Wulan.
“siap-siap ya Wulan”, sambil membukakan penutup mata, aku
melihat Wulan tersenyum gembira setelah melihat bukit di malam hari.
“Wah gila, indah bener sumpah..”, kata yang diucapnya pertama kali
melihat bukit di malam hari.
Kami berdua duduk di atas
rumput di bukit sambil melihat indahnya bintang dan bulan memalui bukit. Kami
mengobrol tentang kehidupan kami masing – masing. Aku menceritakan semua
tentang kehidupan ke sehari – hari di sini, begitu juga dengannya ia
menceritakan kehidupannya di Surabaya.
Ia bercerita tentang
keluarganya mulai dari adik sepupunya yang nakal, tantenya yang suka ngegosip
dan banyak lagi. Dia juga menceritakan tentang sahabatnya dulu waktu ia masih
tinggal di Surabaya. Namanya Bella, Wulan dan Bella sudah berteman dari kecil.
Namun Bella sudah tiada, Bella meninggal karena Bella memiliki penyakit kangker
otak. Padahal Wulan sudah menganggap Bella seperti kakaknya sendiri. namun
tuhan berkehendak lain, Bella meninggal di malam ulang tahun Wulan yang ke 16.
Sebelum pergi Bella memberikan dua buah kalung berliontin bulan dan kalung yang
sutu lagi berliontin bintang. Bella berpesan bila ia menemukan sahabat yang
terbaik menurutnya agar di berikan salah satu dari dua kalung tersebut.
“Wulan, nanti jika kamu menemukan sahabat yang paling baik, kamu
harus memberikan salah satu dari kalung yang aku beri ini. Sebagai tanda kalau kalian
adalah sahabat yang saling menyayangi entah itu laki maupun perempuan”, pesan
yang di sampaikan Bella ke pada Wulan, karena Bella tahu kalau mala mini adalah
malam terakhirnya bisa bertemu dengan Wulan.
“buat apa Bel, kan sahabat terbaikku ada di hadapan ku sekarang
ini yaitu kamu, Bella kamu adalah sahabat terbaik yang pernah ku miliki”,
dengan penuh senyum wulan membalas perkataan Bella.
“Terima kasih ya Wullan, kamu memang sahabat terbaik yang pernah
kumiliki” Bella menjawab dengan penuh senyum. Bella merebahkan kepalanya di
bahu Wulan, Bella tertidur tertidur untuk selamanya.
Wulan menceritakannya ke
pada ku sambil mengeluarkan air mata, air mata persahabatan Wulan dan Bella.
Aku yang melihatnya tersedih mencoba untuk menghiburnya.
“Wulan kamu jangan menagis donk, kan udah gede, ga malu apa
nanti kalo ada orang yang melihat”, aku mencoba menghiburnya dari kesedihan.
“siapa yang nagis..? aku ga nagis”, dia menjawab dengan sambil
menghapus air yang mengalir dari matanya.
“terus itu air yang jatuh dari matamu itu apa, itu air matamu
kan”, Aku
“mana..?, oh.. mata ku tadi kemasukan debu”, Wulan mengatakan
itu sebagai alas an mengapa matanya mengeluarkan air.
Aku senang Wulan kembali
tersenyum walau ia masih di rendung kesedihan. Tidak terasa malam sudah larut,
Wulan berpamitan untuk pulang. Sebelum pulang Wulan memberikan ku kalung
berliontin Bulan, kalung tersebut adalah kalung pemberian Bella.
“Bintang, ini udah terlalu malam jadi aku pulang dulu ya..?”,
Wulan
“iya ya, ini udah terlalu malam, tidak terasa ya kita ngobrol
hingga larut seperti ini. Oh iya, Besok pagi kita kesini lagi ya, kita liat
matahari pagi pasti seru”, aku manjawab sambil berdiri dari tempat duduk.
“Oke deh, kamu jemput aku ya”, wulan
“oke, sip, pasti... hehe”, jawab ku sambil tertawa
“Owh iya, sebelum pergi aku mau kasih kamu sesuatu nih”,sambil memperlihatkan
sebuah kalung dengan liontin Bulan.
“Apaan tu..? kalung..? Buat apa kamu memberikan ku kalung
seperti ini..?”, aku bertanya sambil kebingungan.
“ini adalah kalung pemberian Bella”, Wulan
“lah bukannya ne kalung harus dikasih ke sahabat terbaik mu..?”,
Aku
“iya, kalung ini seharusnya aku berikan kepada sahabat terbaiku’
dan sahabat terbaik ku adalah kamu”, Wulan mengatakannya sambil tersenyum.
“kalung ini sekarang adalah symbol persahabatan kita”, di
tambahnya
Aku hanya bisa tersenyum
menerima pemberiannya itu, Namun aku tau bahwa aku juga pasti akan
meninggalkannya, sama seperti Bella meninggalkannya. Yah memang benar aku di
vonis dokter terkena penyakit kangker otak tingkat 3, dokter bilang aku tidak
bisa hidup lebih dari umur 18 tahun. Aku sengaja tidak memberi tahu Wulan karna
aku tidak ingin melihatnya menangis karena kehilangan sahabatnya untuk yang
kedua kalinya.
Malam pun berakhir, kami
berdua menantikan datangnya hari esok untuk menyapa mentari di pagi hari. Pagi
menjelang aku terbangun dari tidur ku karena teringat hari ini aku mempunyai
janji untuk mengajak Wulan menyapa mentari di pagi hari. Aku bergegas ke Kamar
mandi untuk membasuh sedikit muka ini agar terlihat lebih segar dan nyaman di
lihat. Aku segera menuju rumah Wulan untuk menjemputnya, aku pun sampai di
depan rumah Wulan, aku melihat seorang wanita berdiri menggunakan switer
berwarna merah. Sepertinya aku kenal dengan wanita itu dan perkiraan ku benar
aku kenal dengan wanita itu, wanita itu adalah Wulan yang telah menunggu
kedatangan ku.
“Hi..”, aku menghampiri dan menyapanya
“Hi..”, wulan pun membalasnya dengan di sertai senyuman manis
“sorry ak telat jemputya, udah lama nunggu..?”, tanyaku.
“ga koq baru aja, jalan sekarang yuk..??”, jawabnya dan
sepertinya ia tidak sabar untuk menuju ke bukit.
“yuk dah..”,jawab ku, terlihat raut wajah Wulan terlihat gembira
dan terlihat tak sabar.
Sampainya disana kami di
suguhkan pemandangan alam yang indah dan disertai hembusan angina sejuk. Pagi
itu adalah pagi yang terindah untuk kami berdua.
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar